Gus Dur Intelektual Sejati, Refleksi Satu Dekade KH Abdurrahman Wahid
Nama: riril widi handoko~abdikalfaqir
Alamat:rt 7 rw 6 dk lumpang kec bantarbolang kab pemalang
Rasya
inilah manusia linuwih,
serba lebih dari yang lain,
abdurrahman ad dachil bin wahid bin hasyim
abdurrahman wahid, gus dur,
manusia serba, serba bisa, serba segalanya,
meski tetap dalam batas batas kemanusiannva
atau lebilh, lebih dari
rata rata manusia pada umumnya,
awal tahun delapan puluhan,
saya masih melihat gus dur duduk di
sebuah sudut di kantor Ip3es jakarta,
membolak balik map, di atas meja kecil,
berisi usulan usulan proyek pengembangan
pondok pesantren dan masyarakat,
ya, dialah perintis dan kampiun
program pesantren yang dikembangkan
oleh lembaga penelitian prestisius itu,
bersama ismed hadad,
dawam rahardjo, aswab mahasin,
mm billah dan abdullah syawani,
mereka membuka
cakrawala baru pondok pesantren,
memasuki era modernisasi,
seiring dengan arus
demokratisasi dunia, dan juga indonesia,
saya sering disuruh ini dan itu oleh gus dur,
membuat proposal, menghubungi si a si b,
dan seterusnya,
pekerjaan itu saya lakukan dengan senang hati,
pada paroh pertama tahun delapanpuluhan itu
hubungan saya secara pribadi dengan gus dur
sangatlah dekatnya,
ketika pertama kali terpilih menjadi
ketua umum pbnu gus dur secara khusus
menugaskan saya untuk membantu
mas Fahmi syaefuddin mempersiapkan
tuknya lakpesdam,
lajnah kajian dan pengembangan
sumber daya manusia itu
suatu lembaga yang
disiapkan untuk mengurusi program penguatan
kualitas manusia nu, menyemai tumbuhnya
kader kader intelektual di kalangan nu,
merambah hampir di semua lini
sosial kemasyarakatan,
nu menjadi Ism besar yang sedang menggeliat,
bangkit nu menghentak bumi indonesia,
demikianlah gus dur telah memberi
warna baru bagi nu, tetapi tidak hanya kepada nu,
kehadiran gus dur dalam sejarah indonesia
telah memberikan warna tersendiri,
yang tidak diberikan oleh tokoh lain mana pun,
bila disederhanakan, corak yang ditorehkan gus dur
tersebut mencakup dua tataran dunia sekaligus,
wacana dan praktik,
dalam tataran wacana gus dur
adalah sosok intelektual, atau cendekiawan
yang telah menanamkan banyak selkali
gagasan penting tentang pembaharuan sosial
dalam berbagai dimensinya,
sementara itu di dalam praktik,
gus dur telah menjadikan dirinya sendiri
sebagai exemplary figure, sosok teladan,
di dalam meretas kekakuan hubungan
antar umat beragama, pembangunan demokrasi
dan penghargaan terhadap
nilai nilai kemanusiaan di indonesia,
gus dur adalah sosok yang
memiliki keunikan yang istimewa,
Kerap menghadirkan wacana multiperspektif,
dengan resonansi yang membawa spektrum baru,
kaya imajinasi, ia benar benar pembaharu dan
inspirator kehidupan yang
paling berpengaruh di negeri ini,
ia telah banyak menghadirkan
pahatan baru untuk bangsa dan negara
agar bergerak maju ke depan,
pemikiran gus dur adalah
konstruksi kehidupan sehari hari,
dari masalah masalah kebangsaan secara umum,
membumi dan mudah dicerna dan disampaikan
di berbagai tempat dan kesempatan,
berbagai jejak langkah gus dur,
dapat kita temukan dengan jelas di dalam
kedua tataran kehidupan
berbangsa dan bernegara tersebut,
berbagai kontroversi yang menyangkut
langkah langkah politik dan
juga gagasan gagasannya,
bukan mengaburkan sumbangan pentingnya,
namun sebaliknya justru mengokohkan
Sosok genuine gus dur sebagai
seorang cendekiawan dan intelektual sejati,
gus dur dalam seluruh kehidupannya,
telah merepresentasikan cita seorang intelektual,
yang didefinisikan edward said sebagai
‘yang mengatakan kebenaran kepada kekuasaan’,
dan dalam konteks mengatakan sesuatu yang benar,
yang sering terasa pahit kepada kekuasaan itulah,
intelektual tidak selalu
mendapat dukungan dan pujian,
tak jarang ia malah menerima resiko diejek,
dicemooh, dihujat, bahkan 'dikafirkan',
ini semua sudah pernah diterima
oleh gus dur dalam kehidupannya,
berangkat dari posisi inilah, mari kita lihat,
secara singkat bagaimana kiprah gus dur,
lahir dari keluarga pesantren,
dibesarkan di pesantren,
dan akhirnya kembali ke haribaan pesantren,
jasadnya dimakamkan di lingkungan
pondok pesantren tebuireng jombang,
itulah kata singkat yang bisa dikatakan
untuk menggambarkan sosok yang bersahaja ini,
ia memang tak pernah bisa
lenas dari dunia pesantren,
meski ia melanglang buana,
menjadi kritikus sastra,
tokoh kebudayaan,
Pendekar dan lokomotif demokrasi,
pemimpin ormas, penggerak partai politik,
pemimpin pemerintahan, peretas belenggu
hubungan antara umat beragama, dan seterusnya
tetapi sesungguhnya ia tidak pernah melepaskan
nilai nilai yang diperolehnya dari dunia pesantren,
bahkan sebaliknya,
perjalanannya ke berbagai penjuru dunia,
melintas batas klasihkasi dan kategori apapun,
justru dalam kerangka menumbu kembangkan
nilai nilai keagamaan yang diwarisinya,
dari dunia pesantren,
sebagaimana dikatakan greg barton,
indonesianis dari deakin university australia,
di dalam buku biografi gus dur,
‘gus dur adalah sosok muslim sejati,
yang sangat pede, percaya diri
dengan keyakinannya’,
keimanan yang seratus persen mantap inilah,
yang menyebabkan gus dur tidak pernah canggung.
ragu atau takut untuk bertemu,
berdiskusi dan berdialog dengan orang orang
dari berbagai latar belakang agama
dan keyakinan manapun,
tak terhitung lagi berapa kali gus dur hadir
dan berdoa bersama orang kristen,
orang hindu, orang budha, orang konghucu,
orang kejawen, bahkan orang yahudi sekalipun,
tentu hanya orang yang sudah berani dan menyelami
purna saja, yang bisa dan berani menyelami
keyakinan orang lain
yang berbeda dengan keyakinannya sendiri,
penjelasan tentang apa dan mengapa
dan bersikap demikan
sudah sangat banyak dipaparkan,
baik dalam tulisan maupun
dalam berbagai kesempatan berceramah
gus dur meyakini banwal untuk menjadi muslim
yang baik tidaklah cukup hanya dnegan memiliki keyakinan tauhidnya,
melainkan juga adalah orang
yang sanggup untuk hidup bersama
deagan masyarakat yang memilIkI pandangan hidup
keyalkinan dan agama yang berbeda beda,
untuk itu diperlukan satu keberanian untuk
menghargai dan menghormati keyakinan
agama yang beda itu,
hanya dengan cara demikianlah
seorang musim sejati bisa terlibat
dalam membangun kehidupan yang damai,
adil dan sejahtera di muka bumi,
gas dur menolak cara pandang
sebagian umat islam yang
selalu mengulang ulang
ayat alquran yang berbunyi
‘walan tardho 'ankal yahudu walan
nashoro hata tattabi'a millatahum’
Orang orang yahudi dan nasrani
tidak akan pernah rela terhadapmu,
hingga kalian mengikuti agama mereka,
dengan tafsir mereka sendiri
pada umumnya para muballigh menyebut
ayat tersebut di dalam konteks
untuk membangkitkan sentimen
keagamaan untuk selaiu curiga
terhadap gerakan misionaris
yang merongrong umat islam,
menurut gus dur,
ayat tersebut tidak seharusnya
dimaknai secara sempit seperti itu,
ayat itu menurut gus dur hanyalah merupakan
deskripsi tentang hakikat suatu keyakinan
di Jalam tataran normatit, siapa pun pasti akan
menganggap keyakinannyalah yang benar,
dan keyakinan yang lain adalah salah,
itu sudah merupakan suatu logika wajar,
iustru akan menjadi aneh jika ada orang,
meragukan kebenaran
dari keyakinannya sendiri,
ayat tersebut, meurut gus dur,
bisa dimaknai secara terbalik dengan
menjadikan kita sebagai subyek,
sehingga berbunyi,
‘walan nardho 'annal yahudu walan nashoro
hatta yattabiuu millatana’, kita tidak akan
pernah rela kepada orang orang yahudi
dan nasrani, hingga mereka mengikuti agama kita,
itulah konsekuensi normatif suatu keyakinan,
lalu apanya yang salah,
perbedaan pada tingkat keyakinan seperti ini
menurut gus dur, tidaklah harus dibesar besarkan,
apalagi sampai menjadi jurang pemisah
antarumat beragama, untuk bekerjasama di dalam
masalah sosial kemasyarakatan,
di dalam islam sendiri, tuhan sudah memberikan
jawaban yang tegas,
terhadap masalah ini dengan menyatakan,
‘bagimu agamamu dan bagiku agamaku’,
biarkan orang lain beragama menurut cara dan keyakinan mereka,
kita pun sebagai umat islam
menjalani kehidupan secara islam,
kewajiban kita sebagai umat beragama adalah
saling menghormati dan menghargai
keyakinan dan agama orang lain,
gagasan gus dur yang menempatkan
agama dan negara secara proporsional
memang melejitkan namanya,
sebagai bapak bangsa yang patut diteladani,
latar belakang pemikiran gus dur inilah yang
kemudian menempatkan gus dur secara istimewa
sebagai pemikir islam,
aktifis demokrasi, pejuang ham dan pluralisme,
gagasan pribumisasi islam dan penerimaan nu
terhadap pancasila, juga dilatar belakangi oleh
pandangan gus dur tentang hakekat islam,
gus dur mengatakan, umat islam selama ini
didorong untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam,
‘rahmantan lil alamin’,
sebagaimana tersebut di dalam alquran,
‘wama arsalnaka illa rahmatan lil alamin',
‘dan tidaklah aku mengutusmu muhammad kecuali
untuk menjadi rahmat bagi alam semesta',
dalam satu ceramahnya di yogyakarta
beberapa tahun lalu,
gus dur menafsirkan ayat ini sebagai berikut,
rahmat itu artinya arribath, tali
sementara alamin artinya annas manusia,
jadi makna rahmatan lil alamin adalah
menjadi pengikat tali persaudaraan
diantara sesama umat manusia,
apapun latar belakang agamanya,
jadi sebagai rahmat bagi alam semesta,
umat islam sudah seharusnyalah
menjadi sosok pemersatu,
tali pengikat persaudaraan
diantara sesama umat manusia
gus dur mengembangkan gagasan
tentang tali pesaudaraan
tersebut tidak hanya di dalam wacana saja,
dengan segala keterbatasan fisiknya,
gus dur sangat gigih mengadakan perjalanan
ke berbagai tempat yang jauh untuk bertemu,
berdiskusi dan berdialog dengan tokoh tokoh dunia,
untuk membangun tali persaudaraan itu,
keyakinan itu pula yang membawa gus dur
melangkahkan kaki ke israel,
negeri yang paling banyak
dikutuk oleh masyarakat dunia
termasuk umat islam indonesia,
gus dur hadir di israel selain karena
undangan departemen luar negeri israel.
untuk menyaksikah penandatanganan
perjanjian damai jordania israel yang
dipandu presiden as bill clinton,
sebenarnya yang pertama tama
adalah untuk memenuhi undangan
‘the harry s. truman institute
for advancement of peace’,
pada hebrew university,
selama dua hari di bulan
oktober sembilanpuluh empat,
lembaga tersebut menggelar workshop,
dengan topik 'islam and judaism’,
dengan tujuan menemukan berbagai problem
yang dihadapi oleh islam dan judaisme yahudi
dalam menghadapi tantangan modernisasi
dan perkembangan global dunia,
sejumlah lawan bicara gus dur
antara lain doktor dan bitan,
rabbi profesor doktor levitson,
rabbi profesor doktor rosen dan
profesor doktor maourice roumani,
ahli islam timur tengah dan
profesor doktor moshe ma'oz,
direktur the harry s. truman institute,
gus dur yang tampil sebagai
pembicara utama hari kedua,
berbicara tentang ‘indonesia and midle east’,
‘the future possibilities’,
indonesia dan timur tengah
beberapa kemungkinan di masa depan,
pada saat hampir bersamaan tepatnya sembilan
november sembilanpuluh empat,
dalam konferensi sedunia
tentang agama dan perdamaian,
world cornference on religion and peace, werp' keenam
yang berlangsung di riva del garda italia utara,
gus dur terpilih sebagai salah satu presidennya,
saat keputusan itu diambil,
gus dur sedang berada di tokyo,
memenuhi undangan kementerian luar negeri jepang,
untuk seminar tentang tata dunia baru,
di situ gus dur berbicara bersama dengan george bush,
mantan presiden as dan profesor samuel huntington,
guru besar harvard university,
saat itu tidak sedikit kecaman dilontarkan
para tokoh islam di indonesia,
yang sangat lantang mengecam
antara lain lukman harun,
ridwan saidi dan amien rais,
kalau lukman harun waktu itu lebih banyak
mengecam pemilihan gus dur sebagai presiden wcrp
karena menurutnya tidak sah,
maka kedua lainnya lebih tajam menyorot
bermesraannya gus dur dengan negeri yahudi itu,
berbagai media massa di tanah air waktu itu
memuat kecaman keras ridwan saidi kepada gus dur,
mantan ketua pb hmi ini menyatakan bahwa
langkah gus dur sebagai bunuh diri politik,
bahkan gus dur telah menggali kuburnya sendiri,
dan ia mengecam keras adanya upaya indonesia
untuk membuka hubungan diplomatik dengan israel,
karena itu pula ridwan saidi bersama ribuan
pemuda muslim melakukan protes
di masjid agung al azhar jakarta
dan membakar patung gus dur,
sementara itu amien rais yang waktu itu,
menjabat sebagai ketua pp muhammadiyah,
tak gencar pula mengatakan bahwa
umat islam indonesia tidak bisa mentolerir
tokoh tokohnya bermesra mesraan dengan israel
bagaimana pun israel masih menjajah palestina,
ucap amien rials waktu itu,
dari sayap nu sendir, ketua pbnu chalid mawardi,
juga ikut mengecam langkah langkah gus dur,
chalid mengatakan, dilihat dari segi apa pun
pada saat ini, tidak ada urgensinya indonesia
mengadakan hubungan diplomatik dengan Israel
pada kenyataannya, langkah langkah gus dur
justru mendapat apresiasi
yang besar dari dunia internasional,
bukan hanya pada sosok pribadi gus dur,
melainkan juga pada sosok muslim indonesia
yang dianggap moderat, dan dengan begitu,
mendapat kepercaan yang lebih besar,
dari dunia internasional untuk memainkan peran
yang lebih strategis dalam kerangka
membangun perdamaian dunia,
dari sini sudah terlihat,
bagaimana kualitas dan tajamnya visi gus dur
di dalam melihat persoalan sosial kemasyarakatan,
tidak hanya di dalam konteks nasional
melainkan juga dunia internasional,
di tengah berbagai persoalan
yang menghimpit bangsanya,
seorang intelektual dituntut untuk
mampu menunjukkan jalan keluar yan
diperlukan di tengah gulita malam,
seorang intelektual dituntut
untuk bisa menyalakan lilin,
betapa pun kecil nyala lilin tersebut,
tetapi gus dur tidak hanya menyalakan lilin,
melainkan obor besar, sangat besar,
yang menjadi panduan bagi jutaan umat manusia,
gus dur dalam perjalanan hidupnya telah
menunjukkan kapasitasnya tersebut,
efek dari cahaya obor itu sangat nyata,
setidaknya dalam dua level, nu dan indonesia,
di dalam organisasi keagamaan
yang dibanggakannya, nu,
gus dur adalah salah satu pemrakarsa bagi
kembalinya nu kepada khittah dua enam pada
pertengahan tahun delapan puluhan,
saat organisasi tersebut terjebak di dalam jalan buntu
karena terhalang oleh tebalnya tembok rezim kekuasaan.
sejarah mencatat kembali ke khittah dua enam
merupakan langkah yang sangat brilian
dan tepat untuk menghadapi konstelasi politik
yang semakin tidak kondusif,
sementara itu di dalam perpolitikan indonesia
gus dur adalah penggagas sekaligus
penggerak utama lokomotif demokrasi,
justru di tengah dominasi
penguas militer yang memonopoli makna
demokrasi menurut tafsir dan kepentingannya sendiri,
gus dur hadir bukan hanya melahirkan wacana dan teks,
tapi juga subyek yang mengundang magnet lahirnya
wacana wacana dan teks teks lain secara produktif,
kebesaran beliau juga karena pemikirannya
yang cemerlang dan fisibel
dalam memandang kehidupan berbangsa
dan bernegara yang kompleks,
sebagai teks, kiprahnya mengundang banyak penafsir,
seolah tak ada akhir untuk dibincangkan,
tetapi ia juga bukan hanya subyek teks,
ia adalah teks itu sendiri,
ibarat kitab suci yang tak habis ditafsirkan,
sebagai teks yang kerap dikaji tentu telah
melahirkan banyak cerita dibaliknya,
misalnya saja keberanian mengambil resiko tinggi,
demi kebenaran, atau yang diyakini benar,
kegigihan dan kerja yang tanpa lelah,
kebersahajaan dan kisah kisah baik seputar dirinya,
mengalir seperti tanpa akhir,
cerita yang kusut dan melelahkan pun,
bisa menjadi segar dengan bakat humornya
masih hangat di dalam ingatan kita
apa yang terjadi pada hampir
delapaanbelas tahun yang lalu,
di tengah kejayaan kekuasaan militer orde baru.
di saat semua organisasi politik,
organisasi kemasyarakatan, media massa,
kaum intelektual dan hampir semua
komponen masyarakat dibungkam sedemikia rupa,
haik melalui instrumen regulasi politik
maupun kekerasan fisik
gus dur bersama sekelompok kecil kawannya
yang tergabung dalam forum demokrasi, fordem,
justru dengan lantang menyuarakan kritiknya
terhadap penguasa,
gus dur mengritik penguasa orde baru
yang secara hipokrit menyebut kekuasaannya
sebagai demokratis,
padahal yang sesungguhnya
hanyalah pemerintahan
yang dibangun di atas sistem otoriter,
pemilu memang ada, tetapi seluruh
instrumennya sudah diabdikan bagi rezim,
tragedi terbesar dari semua praktik politik,
menurut gus dur, adalah
hilangnya daya kritis masyarakat,
hal inilah yang paling dikhawatirkan gus dur,
karena tanpa daya kritis,
pada hakikatnya sebuah peradaban sudah hilang,
untuk sedikit mengenang gus dur,
kita kutipkan agak panjang naskah ceramah gus dur,
yang batal disampaikan untuk
acara halal bihalal fordem
pada sembilanbelas april sembilan dua,
karena dibubarkan polisi tersebut,
‘daya kritis adalah kemampuan untuk
meninjau persoalan dengan lengkap,
jernih dan tajam untuk mampu memisahkan
antara mana yang benar dan mana yang tidak,
mana kulit mana isi, antara penampilan dan inti,
mana yang lurus dan mana yang bengkok,
mana asli mana kedok,
memisahkan mana yang perlu mana yang sepele,
membedakan yang bermanfaat dan yang mudarat
daya kritis adalah memeriksa,
menyelidiki, menguji,
mengungkapkan yang terselubung,
dan tidak pasrah atau terserah,
kritikan bukan berarti cuma membuat
tinjauan negatif dan melontarkan kecaman saja,
itu adalah cara pandang yang sempit tentang daya kritis,
maksud yang sebenarnya dari daya kritis adalah
membuka dan menguraikan masalah,
sehingga jelas beda yang semu dengan yang asli,
dengan pertolongannya kita akan sanggup
menyadari mana yang seolah olah demokrasi,
sebagaimana selama ini disodorkan pada kita
dan bagaimana sebetulnya
demokrasi yang seharusnya,
karena itulah kita sebutkan bahwa
demokrasi menghendaki kemampuan
daya kritis dari masyarakat,
keseragaman yang ditandai sebagai keselarasan,
acapkali lebih berlaku dari kebenaran,
kegagalan mempertahankan kebenaran,
pendapat berulang ulang,
lalu membangkitkan rasa sangsi,
akan kegunaan untuk menyatakan
atau mengeluarkan pendapat
pada gilirannya lalu menimbulkan
rasa percuma untuk berfikir
dan membentuk pendapat sendiri,
daya kritis masyarakat jadi tumpul,
cakrawala batin jadi menyempit,
bila keadaan ini kita biarkan berlanjut,
tak lain sebenarnya kita ikut
membantu menyusun masyarakat
yang seperti 'kerbau dicocok hidung,
masyarakat yang merosot dalam budaya,
yang hanya subur untuk berkembangnya,
dua jenis sikap, atau apatis atau oportunis,
kedua sikap ini bukanlah pilihan yang baik
untuk jadi modal usaha demokratisasi,
orang sibuk menyesaikan diri,
atau mencari yang aman saja,
yang ada cuma ketergantungan pada yang kuat,
bukan saling tertantung, interdependensi
satu dengan yang lainnya,
sebagaimana harusnya dalam semangat
kekeluargaian, di mana masin masing
berkedudukan atau berpeluang sama dan setara,
apatisme dan oportunisme hanya akan
membantu menyokong sejenis sistem otoriter,
bahkan totaliter, dalam bentuk yang lebih canggih,
sehingga sering kurang disadari
ukuran ukuran ditentukan oleh satu pihak,
sedang pihak lainnya tinggal menerima,
dalam keadaan itu dimana orang
tidak sangup untuk peduli lagi,
sukar diceraikan antara kehidupan
dengan ukuran sejati,
dengan hanya seolah olah
demikianlah kita disuguhi bukan saja
dengan seolah olah demokrasi,
tetapi juga seolah olah perbaikan kebijakan,
seolah olah deregulasi,
seolah olah penghapusan monopoli,
seolah olah demi menolong petani,
seolah olah menunda mega proyek,
seolah olah keterbukaan dan seterusnya,
sebenarnya, dalam memproduksi
segala yang seolah olah normal ini,
bukan saja terbukti bahwa
daya kritis kita telah dipasung,
tetapi sekaigus telah dilakukan penghinaan,
yang sinis terhadap kecerdasan bangsa kita,
dengan menganggap bahwa seolah olah akal
yang kita miliki begitu rendahnya sehingga
mudah untuk dibodohi, seterusnya
untuk menumbuhkan lagi daya kritis kita,
maka kita harus membebaskan diri dulu,
dari ikatan ikatan kehidupan
yang seolah olah itu,
keluar dari kungkungan batin itu,
dan kembali pada kehidupan yang
menggunakan ukuran ukuran yang sejati’,
untuk indonesia di tahun tahun sembilan puluhan,
pandangan gus dur tersebut sangatlah subversif,
hanya intelektual nekat yang siap
nenerima risiko sajalah yang berani
menyatakan pendapat seperti itu,
dan semua risiko itu telah diambil oleh gus dur,
kini setelah semua itu berlalu,
dan gus dur telah tiada,
kita bisa menilai apakah langkah langkah
yang telah dilakukan gus dur saat itu memiliki
makna di dalam gerakan demokratisasi
indonesia pada saat ini,
sejarah sudah memberikan
jawaban yang sangat jelas,
mengikuti edward said,
kita bisa mengatakan bahwa
gus dur adalah intelektual, karena ia telah
‘mengatakan kebenaran kepada kekuasaan’,
dalam spirit yang sama meski
konteksnya jelas berbeda,
apa yang dilakukan gus dur
senafas dengan apa yang dilakukan
karl marx di awal abad sembilanbelas lalu,
yang memberikan landasan baru etika filsafat
saat ia menegaskan,
‘filosuf tidak cukup menafsirkan
dan memahami dunia,
melainkan juga mengubahnya’
dan kini,
di belantara ilmuwan sosial modern,
gagasan gus dur bisa dijajarkan
dengan gagasan juergen habermas,
yang selalu menatap kritis masyarakat
dan menempatkan hubungan hubungan
komunikatif pada posisi yang sangat sentral,
salah satu tesis yang terkenal dari habermas
adalah bahwa, kekuasaan semestinya tidak
hanya dilegitimasikan,
melainkan juga dirasionalkan,
rasionalisasi di sini tidak dimengerti
dalam paradigma
melainkan dalam paradigma komunikasi,
artinya kekuasaan harus dicerahkan
dengan diskursus rasional
yang bersifat publik agar para anggota
masyarakat dapat berpartisipasi aktif dalam
menentukan perkembangan politis,
termasuk mengarahkan kemajuan teknis masyarakat
habermas juga berpendapat bahwa praktis komunikasi
menjadi hakikat masyarakat dan ketika negara
dalam tahap kapitalisme lanjut membutuhkan
legitimasi bagi intervensinya ke masyarakat,
negara mengalami defisit legitimasi justru karena
tidak memperhatikan hubungan hubungan komunikatif,
pikiran gus dur yang kita kutipkandi atas jelas
merepresentasikan apa yang digagas habermas
lewat berbagai ceramah,
mulai dari yang paling ilmiah,
sampai perbincangan kelas warung kopi,
iuga melalui berbagai tulisan yang tersebar
di berbagai media yang jumlahnya mungkin
sudah mencapai ribuan,
maupun percakapan sehari hari,
gus dur telah dengan sadar melakukan apa yang
disebut habermas,
sebagai praksis komunikasi tersebut,
tindakannya melikuidasi departemen penerangan
dan departemen sosial, saat menjabat presiden ri,
dengan alasan biarlah masalah komunikasi
dan informasi serta urusan sosial diurus sendiri
oleh masyarakat, hanyalah dapat dipahami
dengan baik jika kita letakkan di dalam konteks
praksis komunikasi habermas tersebut,
masyarakat yang selama
rezim orde baru dianggap sepi
dan disederhanakan dalam angka angka statistik,
yang biasanya hanya digunakan untuk pemilu dan
semacamnya, oleh gus dur
dijadikan subyek yang aktif,
yang harus berperan merumuskan dirinya sendiri,
neski pemerintahan gus dur hanya berumur pendek,
dan beberapa kebijakannya kemudian dianulir oleh
pemerintahan berikutnya, pesan moral gus dur
sangat jelas, tak ada yang abu abu,
gus dur dengan cemerlang telah
menorehkan gagasan dan sikap mentalnya
di dalam kanvas sejarah kemanusiaan,
ini berkebalikan dengan kepribadiannya
yang sederhana dan bersahaja,
berbeda dengan umumnya pemimpin
atau presiden yang pernah ada di indonesia
yang sulit dijangkau oleh rakyat kebanyakan
gus dur tiap hari justru bergumul dengan
berbagai lapisan masyarakat,
rumahnya yang berada di pelosok kampung, céiganjur,
nyaris tak pernah sepi dari tamu,
juga nyaris tanpa protokoler apa pun,
sehingga setiap orang hilir mudik
tiada henti di sekitarnya,
semua itu tak pernah mengurangi
kebesaran gus dur, melainkan sebaliknya,
mungkin kini sudah terlalu banyak
orang yang tersadar atau terinspirasi
oleh gagasan gagasan gus dur,
tetapi tampaknya jauh lebih banyak lagi mereka,
yang tersentuh oleh hangat kepribadiannya,
gus, negara dan bangsa ini,
dan kita semua berhutang padamu,
saya juga berhutang padamu, sangat banyak,
diadaptasi dari naskah
gusdur sang intelektual sejati,
arief mudatsir mandan