Tablis (Malaikat Berpakaian Iblis) Berkedok Nasionalis
Nama : Riril widi handoko
Alamat : Dk Lumpang Rt07 Rw06 Kec Bantarbolang Kab Pemalang
Rayon Syariah
Dengan rahmat tuhan yang maha esa, atas kerendahan hati ini sudah semestinya menjadi manusia yang manusia, atas rasa kemanusiaan yang mana kita menggelorakan keadilan dan kebenaran, betulkah semangat kita atas dasar kemanusiaan yang sesuai dengan garis syariat tuhan? Atau atas nama nabi Muhammad kita semangat memanusiakan manusia? Atau atas nama kemanusiaan kita hanya menjadikannya sebagai jargon rasionalisme saja agar retorika kita menaikan popularitas dan eksistensi barometer kehidupan kita, atau jangan - jangan kita sendiri betul betul belum menjadi manusia walaupun atas nama manusia kita gelorakan kemanusiaan dimana mana, sehingga egosentris manusia kita masih di retorik saja dan belum merambah nilai kehidupan yang betul menjadi manusia sendiri itu apa? Terkadang terlihat di beberapa momentum, semangat para aktivis yang membahana mewarnai selimut peradaban, dengan seraya mengangkat tangan terkepalnya kita begitu optimis semangat tanpa padam sehingga langit kadang pun redup atas mungkin maklumya melihat orang tidak tau diri tersebut dengan suara halilintar yang sangat bewibawa menusuk relung kehidupan ini, betulkah semangat itu untuk pergerakan atau sebatas ingin meniru Bung Karno? perlahan salam atas nama mahasiswa, atas nama rakyat Indonesia, turut serta mewarnai tanpa henti, tapi beberapa waktu kedepan seakan akan suara itu sudah semakin menjadi pudar ketika cobaan perlahan menerkam kita, suara yang menghalilintar itu seakan kita lupa jika popularitas sudah naik, jika jabatan sudah di kantong saku kita, kita semakin remeh jika seremonial acara kemahasiswaan sudah selesai, purba tanpa pergerakan dan keperpihakan mana yang serius kita perjuangkan, dan singkatnya, betulkah kita Manusia? heroisme kita semoga tidak seperti kolonial imperalis saja yang begitu kapitalis, tapi konstruksi nalarnya biadab dan menggerus kemanusiaan. Tetapi setelah menulis secercak paragraf tersebut pun aku begitu tersentuh, Aku ini siapa? jangan-jangan sama, saya juga bukan manusia seutuhnya, jangan jangan sama, aku juga menulis ini bukan untuk keadilan dan kemanusiaan saja, akan tetapi hanya untuk popularitas saja, yang atas nama akademis atau intelektualisme saja, tapi sebelum saya melanjutkan ke kerinduan jati diri bangsa ini, izinkan saya membaiti doa, semoga doa dalam pancasila terkabul untuk Indonesia yang ketuhanannya untuk tuhan yang esa, kemanusiaannya untuk manusia yang memanusiaakan manusia, semoga persatuaannya untuk Indonesia bukan Cuma misalnya keluarga cendana atau keluarga basis organisasi kuat saja, dan permusyawaratan kita betul menjadi perwakilan yang hikmat dan bijaksana, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat menjadi sapu jagad bangsa ini, SELURUH RAKYAT bukan SEGELINTIR KEPENTINGAN SAJA.
Setelah menggabungkan pancasila dalam doa aku semakin rindu saja dengan pancasila, walaupun sebenarnya aku sendiri kadang bingung, pancasila itu apa si? kita betul garuda atau burung emprit? Sahabat, izinkan aku merindu kepada pancasila, bung putra sang fajar, maaf aku sok tau merenungi garis watak Indonesia ini, yang panjenengan tafakuri dalam perjalannya menyapa rakyat bangsa dengan rasa penuh getir yang terselimuti semangat kebangsaan, bukan semangat egosentris kepartaian, atau ormas ormawa saja.
Kalau kecenderungan perilaku nasional kita adalah Tablis (malaikat berpakaian iblis), manusia yang disebut anarkis intoleran yang cemas bahwa kali ini bukan hanya harta benda yang dikuasai, melainkan juga harga diri, martabat, bahkan mungkin nyawa pasti muncul, untungnya konsep nusantara ini bukan konsep kukuluruk saja yang disemboyankan, semestinya dan seharusnya kita semua mengatakan SAYA INDONESIA, SAYA PANCASILA, Seraya menghikmati makna dan bagaimana kita bersikap dan bertindak bahkan berfikir yang konstruktif, Bhineka tunggal ika itu mengajarkan dan mengutamakan penerimaan, bukan pemaksaan, bukan gagah mengutamakan penolakan kepada pihak siapapun tapi semangat gotong royong yang manusiawi hilang, sekarang diaman pancasila kita? jika atas nama pergerakan, mahasiswa, bahkan sok sokan atas nama bangsa Indonesia tapi oriented kita ternyata untuk misalnya keluarga cendana, atau untuk keluarga basis ormas atau ormawa kuat saja, atau hanya unruk segelintir kepentingan saja, sejak kapan kita menjadi sok bijak di negri sendiri tapi ternyata esensi kepribadian kita pongah terjebak eksistensi, mana keperbihakan kita? Indonesia sangat butuh eksekusi - eksekusi manusia yang tabiat kemanusiaanya betul-betul menjadi manusia yang memanusiaakan manusia, bukan hanya terjebak karena perbedaan agama sekalipun, andai di ketahui bahwa perbedaan adalah rahmat, kita pasti tidak akan, misalnya, memperdebatkan khilafah atau kafir dan tidak, tuhan maafkan aku, akupun belum mampu memnjadi manusia seperti garis firmanMU, terimakasih sudah memberikan aku akal sehingga aku menjadi manusia bukan bintang, tuhan jadikan aku hamba yang hati dan pikirannya seperti manusia, bukan kerdil karena jabatan dan eksistensi, semoga binatang yang berakal ini menjadi bijak sehingga keputusan bangsa Indonesia atas nama apapun menjadi KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYA INDONESIA.!
Tidak ada komentar