Mampukah Mensinkronisasikan dan Mengkolaborasikan Berbagai Organisasi Ekstra Kampus dalam Satu Wadah UKM PIB?
Pemerintah dengan usahanya melakukan pembinaan terhadap ideologi bangsa melalui kegiatan kemahasiswaan dilingkungan kampus menetapkan Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Permenristekdikti) Nomor 55 Tahun 2018. Peraturan yang ditetapkan bertepatan pada Hari Sumpah Pemuda ke-90 tersebut pada proses peluncuran penatapannya telah dihadiri oleh berbagai perwakilan organisasi ekstra kampus seperti Gerakan Mahasiswa Islam Indinesia (GMNI), Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI), dan Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) mendiskusikan peluncuran keputusan pelaksanaan kebijakan untuk mewadahi organisasi ekstra kampus dalam satu wadah formal yang ada dan diakui disetiap universitas yaitu didalam Unit Kegiatan Mahasiswa Pengawal Ideologi Bangsa (UKM PIB). Keputusan besar dengan menyatukan berbagai organisasi ekstra yang tentunya dilatar belakangi ideologi masing-masing organisasi serta dianggap menyalahi peraturan yang telah ditetapkan jauh sebelum ditetapkannya peraturan tersebut tentu menjadi sorotan banyak pihak. Hal tersebut tentu menimbulkan pertanyaan akan penerapan konsep yang akan ditetapkan untuk mencapai hasil yang diinginkan dengan adanya penyatuan tersebut. Seperti yang diketahui, bahwa menyatukan berbagai organisasi ekstra dalam satu wadah untuk bekerja bersama tanpa membawa ideologinya masing-masing bukan sesuatu yang mudah.
Pembentukan UKM PIB yang berlandaskan pada Pasal 1 Permenristekdikti Nomor 55 Tahun 2018 dijelaskan, perguruan tinggi bertanggung jawab melakukan empat pilar kebangsaan yaitu UUD 1945, pancasila, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika, bagi mahasiswa dalam kegiatan kurikuler, kokulikuler, dan ekstrakulikuler. Pasal tersebut memiliki arti bahwa UKM PIB diisi oleh delegasi dari berbagai organisasi ekstra kampus agar dapat bersinergi dan bekerja secara kolektif untuk memberikan ide-ide tentang penyelesaian masalahan yang menyinggung ideologi bangsa. Selain pelaksanaannya yang terkesan sulit dengan menggunakan penggabungan berbagai macam organisasi, peraturan tersebut juga bertentangan dengan peraturan lainnya.
Peraturan 26/DIKTI/KEP/2002 yang telah lama ditetapkan berisi larangan terhadap segala bentuk organisasi ekstra kampus dan partai politik membuka sekretariatan (perwakilan) dan atau melakukan aktivitas politik praktis kampus. Meskipun terdapat anggapan peraturan tersebut eror in subjek, akan tetapi perlu diketahui bahwa dikeluarkannya peraturan 26/DIKTI/KEP/2002 dikarenakan telah adanya pelaksanaan Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK)/Badan Koordinasi Kemahasiswaan (BKK) yang telah diadakan pada masa Orde Baru. NKK/BKK sama halnya dengan UKM PIB yang baru akan direalisasikan. NKK/BKK merupakan alat kontrol pemerintah terhadap organisasi ekstra yang dikeluarkan oleh Menteri Pendidikan Daoed Joesoef. NKK/BKK yang bertujuan untuk menjaga stabilitas negara justru membuat mahasiswa menjadi fokus didalam kampus tanpa sadar terdapat kebijakan-kebijakan pemerintah yang sangat perlu dikritisi. Oleh karena itu, merealisasikan UKM PIB harus memperhatikan pengalaman yang telah ada dan dilaksanakan dengan konsep yang baik meskipun pelaksanaan UKM PIB akan penuh pergulatan karena dilaksanakan dengan cara penyatuan organisasi ekstra yang diarahkan untuk penguatan ideologi bangsa tanpa membawa ideologi masing-masing organisasi.
Mahasiswa harus berhati-hati terhadap imperealisme dengan kedok globalisasi. KeIndonesiaan akan hilang apabila ideologi Pancasila tidak lagi diperhatikan. Adanya UKM PIB harus mampu menyelamatkan mahasiswa dari perilaku liberal atau sosialis komunis, bukan malah menaambah gesekan antara organisasi ekstra kampus. Persatuan dapat dilaksanakan apabila masing-masing pihak saling menghargai, tidak harus dengan meninggalkan identitas tetapi dengan persatuan yang sinergik (Tjarsono, Jurnal Transnasional, Vol.4, No.2, Februari 2013: 889).
Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi) menilai Organisasi Kepemudaan (OKP) rentan benturan, baik OKP maupun dengan eksekutif kampus. OKP memiliki anggaran dasar rumah tangga yang diatur oleh Menteri Hukum dan HAM (Menkumham). Selain itu adanya UUD 1945 Pasal 28E Ayat 3 yang berbunyi “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat” memberikan adanya jaminan kebebasan untuk berorganisasi (freedom of association), kebebasan berkumpul (freedom of assembly), kebebasan menyatakan pendapat (freedom of expression). Hal tersebut memberikan pengertian bahwa hal terkait dengan OKP telah diatur didalam UU namun pelaksanaan penertibannnya hanya berdasarkan peraturan menteri. Membahas mengenai pembentukan hukum, demokrasi seharusnya menciptakan hukum yang partisipatif dan aspiratif. Melalui demokrasi yang deliberatif mahasiswa dapat memberikan sorotan tajam mengenai prosedur hukum yang dibentuk. Mampu menempatkan diri pada posisi yang emansipatoris bukan dengan sekedar demokrasi perwakilan. (Halim, Jurnal Masyarakat Indonesia, No.42 (1), Juni 2016: 21). Terjadinya keracauan dalam pelaksanaan penyatuan OKP didalam UKM PIB sangat mungkin terjadi, harus kembali diingat bahwa yang diharapkan adalah tindakan komunikatif organisasi ekstra kampus yang menjadi manifestasi gerakan demokrasi deliberatif.
Melihat pada sejarahnya, UKM PIB ditetapkan berdasarkan suara dari Kelompok Cipayung Plus atas pencabutan SK Dirjen Dikti Tahun 2002 kepada Presiden, Wakil Presiden, Ketua MPR, Ketua DPD, Kepala Staf Presiden, Menristekdikti, Menpora, dan berbagai stakeholder lainnya. Pemerintah merespon hal tersebut dengan menetapkannya Permenristekdikti Nomor 55 Tahun 2018, serta pemberian tanggung jawab untuk menjadi pengawal ideologi pancasila dalam UKM PIB. Kelompok Cipayung merupakan forum komunikasi dan kerja sama berbagai massa (ormas) mahasiswa. Telah terdapat 5 organisasi yang tergabung dalam Kelompok Cipayung yang diantaranya adalah Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), hal tersebut tidak menjamin dapat dengan mudahnya pengkondisiaan penggabungan organisasi ekstra disetiap kampus dengan budaya yang berbeda dan telah lama berkembang. Mahasiswa seringkali mendapat ancaman internal yang berasal dari diri mahasiswa itu sendiri yaitu berupa keraguan terhadap ideologi negara Pancasila dan NKRI (Winarno, dkk., Jurnal Ketahanan Nasional, No.XIX (2), Agustus 2013: 100). Pelaksanaan UKM PIB dengan tujuan agar tidak adanya kampus yang anti dengan ekstra, tidak ada tafsir tunggal mengenai ideologi bangsa, agar tidak adanya ideologi fundamentalis, serta agar tidak semakin terkikisnya ideologi pancasila merupakan tujuan yang baik, namum dalam konsep pelaksanaannya harus sangat diperhatikan karena sangat besar kamungkinan akan terjadinya gesekan antara organisasi ekstra yang masing-masing memiliki ideologi yang berbeda.
Organisasi Mahasiswa Ekstra Kampus (ORMEK) diharapkan dapat melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi dengan baik, yaitu dengan melaksanakan penelitian, pengembangan, dan pengabdian masyarakat. Hal tersebut dapat diterapkan didalam UKM PIB. Mahasiswa dapat mengabdi melalui pengawalan ideologi pancasila dan penarasian Indonesia kedepannya dikarenakan ORMEK memiliki peran yang sangat besar dalam distribusi wacana, pergolakan ideologi, dan praktik demokratisasi.
Tidak ada komentar